Tuesday, December 15, 2015

Good Corporate Governance dan Contoh Kasusnya

A. Pengertian Good Corporate Governance
Istilah Good Corporate Governance (GCG) atau Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Ada banyak pengertian tentang CG seperti di bawah ini :

1. Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI)

2. Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka bisa dipahami tujuan yang hendak dicapai dengan penerapan Good Corporate Governance yaitu untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan. Dalam jangka panjang hal ini akan membawa pada keberlangsungan usaha dan peningkatan profit secara signifikan.

B. Manfaat Good Corporate Governance

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah dengan penerapan Good Corporate Governance.
3. Memberikan dasar keputusan yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder terhadap perusahaan.
5. Mempengaruhi harga saham secara positif.
6. Melindungi Direksi / Komisaris / Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi.
C. Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Prinsip-prinsip utama yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya corporate governance yang baik adalah :
1. Transparansi
Pada organisasi yang menerapkan Corporate Governance, transparansi atau keterbukaan menjadi hal yang wajib untuk diterapkan. Mulai dari keterbukaan akan proses produksi, laporan keuangan sepanjang keterbukaan tersebut tidak menyangkut rahasia organisasi.

2. Akuntabilitas
Akuntabilitas berhubungan dengan sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit yang ada di organisasi. Akuntabilitas dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi, dan komite audit. Prinsip ini diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.
3. Pertanggungjawaban
Prinsip ini diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta kewajiban-kewajiban sosial di tengah masyarakat.
4. Kewajaran (fairness)
Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Prinsip kewajaran ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda.

D. Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan control / pengawasan terhadap keputusan tersebut.
1. Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan dengan membuat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen.
2. Mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Menurut teori pasar jika manajemen berperilaku hanya menguntungkan diri sendiri, maka kinerja perusahaan akan menurun dalam bentuk turunnya nilai saham perusahaan.

Contoh Kasus Good Corporate Governance
    Mengingat bagaimana pentingnya penerapan konsep Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan, lalu bagaimana dengan PLN itu sendiri ? Apakah sudah berhasil menerapkan konsep Good Corporate Governance ini sebagaimana mestinya ?
Sebagaimana diketahui,PLN sudah mulai mencanangkan praktek Good Corporate Governance sesuai peraturan Menteri Negara BUMN nomor Per-01/MBU/2011. Bahkan jauh sebelum peraturan tersebut keluar, PLN sudah menerbitkan Pedoman Good Corporate Goverance setebal 175 halaman pada tahun 2003 yang didukung oleh terbitnya Pedoman Perilaku ( Code of Conduct) dan Board Manual sebagai pelengkap sehingga praktek GCG bisa diterapkapkan dengan baik.
Namun melihat posisi PLN yang masih naik turun dalam rentang waktu tersebut, saya secara objektif masih menganggap bahwa penerapan GCG dalam tubuh PLN belum terlihat nyata. Masih banyak tumpang tindih kepentingan yang terjadi, baik secara internal maupun eksternal. Memang menerapkan GCG dalam sebuah organisasi sebesar PLN tidaklah mudah. Untuk itu, bersamaan dengan misi PLN yang berniat menjadi sebuah Good Corporate Governance, saya ingin menyampaikan harapan sesuai dengan asas yang melandasi praktek Good Corporate Governance itu sendiri yaitu : Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Keadilan.
1. Transparansi
Prinsip pertama dari praktek GCG ini menitik beratkan pada penyampaian dan pemberian informasi yang material dan relevan kepada seluruh pihak yang berkepentingan secara jelas dan apa adanya. Faktor yang menentukan disini menurut saya adalah bagaimana PLN mampu berkomunikasi dengan pihak yang menuntut kejelasan informasi.
Jika menggunakan sudut pandang sebagai seorang konsumen, kita sama-sama tahu bahwa banyak pertanyaan dan pengaduan masyarakat terhadap PLN, seperti menanyakan penyebab mati listrik,pembayaran biaya tagihan listrik, maupun berbagai jenis pengaduan lainnya. Namun seringkali masyarakat tidak mendapat jawaban yang memuaskan atau PLN cenderung menghindar dari apa yang dipertanyakan, inilah yang sering membuat masyarakat menjadi jengkel dan merasa tidak dipedulikan. Pasti kita pernah mendengar keluhan seperti Ah PLN, giliran telat bayar aja langsung dimatiin, tapi pas ditanya kenapa mati listrik malah nggak dijawab, maupun kalimat yang tak enak didengar sejenis. Ini disebabkan tak lain karena masyarakat sudah merasa jengah diacuhkan.
Bila dilihat, PLN sudah mempunyai beberapa media yang bisa dimanfaatkan dalam penyaluran informasi namun fungsinya belum berjalan dengan maksimal. Untuk website dan media sosial misalnya, PLN sudah punya, namun dari apa yang saya lihat masih sedikit informasi yang bisa memuaskan pertanyaan yang umum dilontarkan masyarakat. Pada website, isinya hanya company profile dan berita-berita yang saya yakin hanya sedikit masyarakat yang menganggapnya berguna jika tidak memberikan informasi yang mereka inginkan. Begitu juga mesia sosial, mempunyai Twitter, dengan pengikut sebanyak 3 ribu lebih, namun terasa percuma jika tidak memberi informasi ataupun menjawab mention dari para pengikut. Begitupun dengan nomor hotline pengaduan PLN, seringkali hanya sekedar nomor telepon aktif yang hanya sekedar tersambung, tapi jarang diangkat.
Oleh karena itu saya berharap PLN dapat memperbaiki sistem komunikasinya terutama kepada masyarakat dalam memberi informasi yang diperlukan, agar semua media yang diberikan PLN untuk masyarakat menyalurkan pertanyaan tidak terlihat seperti sebuah basa basi.
2. Akuntabilitas
Dalam sudut pandang seorang konsumen akuntabilitas berarti seluruh fungsi, tindakan, aktifitas yang dilakukan PLN harus dapat dipertanggungjawabkan secara jelas dan beralasan. Hal ini diperlukan agar masyarakat mampu mengerti apa yang sedang terjadi saat ini dan tahu kemana harus mengadu.
Sedikit berkaitan dengan aspek transparansi diatas, saya masih menyoroti tentang alur informasi yang bias antara PLN dan masyarakat. Harapan saya, agar PLN mampu memperjelas fungsi-fungsi yang ada didalam organisasinya,terutama agar pihak yang berkepentingan mengerti bagaimana dan kepada siapa jika ingin menyampaikan kepentingannya.
3. Independensi
Setiap pihak yang berwenang dalam PLN, harus dapat bekerja secara mandiri tanpa intervensi dari pihak lain, tak perduli dengan jabatan maupun posisinya dalam perusahaan. Salah satu hal yang menjadi persoalan serius dalam pengelolaan perusahaan terutama BUMN adalah intervensi politik. Sudah menjadi rahasia umum, jika banyak urusan penting dalam BUMN yang seharusnya menjadi urusan internal mendapat campur tangan dari pihak luar, seperti petinggi maupun pihak yang mempunyai kekuasaan. Masalah penempatan jabatan penting, proses tender, hingga merambat ke manajemen operasional perusahaan itu sendiri adalah hal-hal yang sangat rentan mendapat intervensi. Inilah biang timbulnya praktek KKN yang bisa merusak tatanan dan pondasi perusahaan sehingga menjadi tidak efektif dan melaju di jalur yang salah.
Maka dari itu saya berharap agar PLN mampu meningkatkan kadar independensi dalam dirinya agar pengelolaan perusahaan tidak bercampur dengan kepentingan pribadi dalam perjalanannya. Jika hal ini mampu dilakukan, saya yakin praktek KKN yang sudah lama dikutuk oleh masyarakat Indonesia sedikit banyak bisa berkurang.
4. Responsibilitas perusahaan
Sebagai sebuah BUMN, PLN mempunyai conflicting objective yang cukup rumit. Maksudnya, PLN tidak hanya memiliki tujuan komersial, tetapi juga memikul beban dalam pemenuhan kepentingan sosial, terutama bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Hal ini membuat PLN tidak hanya harus memenuhi tanggung jawab utama seperti menaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, atau mencari keuntungan sebanyak mungkin, namun harus memperhatikan kebutuhan masyarakat di sekitarnya.
Untuk itu cukup banyak harapan saya menyangkut tanggung jawab sosial PLN kepada masyarakat dan lingkungan sekitar, antara lain :
•    Lebih banyak memperhatikan kesejahteraan masyarakat terutama kelas bawah. Pemberian beasiswa kepada siswa tidak mampu, pembukaan lowongan kerja, merupakan beberapa cara yang sangat berguna dalam membangun kesejahteraan masyarakat sekitar.
•    Menggalakkan penghijauan dan pemeliharaan lingkungan. Seperti yang kita tahu energi listrik merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan yang signifikan. Oleh karena itu PLN diharapkan mampu mengadakan program yang bertujuan untuk lebih memelihara kesehatan lingkungan, baik secara independen, maupun dengan menggandeng masyarakat.
•    Menepati janji-janji yang telah diberikan kepada masyarakat.
•    Menaati undang-0undang dan hukum yang berlaku untuk mencegah terjadinya kecurangan terutama praktek KKN.
5. Fairness/Kesetaraan
Dalam setiap aktivitas yang dijalankan, prinsip kesetaraan merupakan hal mutlak yang seharusnya diterapkan oleh PLN. Dalam dinamika kehidupan sering sekali kita lihat bahwa, masyarakat yang terlihat lemah cenderung dianak-tirikan kepentingannya ketimbang kaum yang dianggap lebih kuat. Begitu juga dengan pembangunan infrastruktur, daerah yang dianggap terpencil dan tidak memberi keuntungan besar, lebih susah mendapat fasilitas dibanding daerah yang berada dekat dengan kota, padahal daerah terpencil tersebut juga sangat memerlukan adanya listrik.
Jika itu dilihat dari faktor luar, maka sama halnya dalam kehidupan di dalam tubuh PLN itu sendiri. Pekerja yang berada dalam perusahaan seharusnya diperlakukan sama rata berdasarkan haknya masing masing tanpa membedakan SARA, maupun kepentingan pribadi. Sebab jika hal ini mampu diterapkan, maka kesenjangan sosial didalam tubuh PLN bisa terminimalisir sehingga suasana kerja menjadi lebih kondusif dan mampu membawa hasil yang memuaskan.
Adapun beberapa harapan saya berkaitan dengan prinsip kesetaraan ini antara lain :
•    Pelayanan yang diberikan sama dan adil kepada semua pihak yang berkepentingan sesuai haknya masing-masing.
•    Pembangunan infrastruktur yang merata termasuk ke daerah pelosok.

Kesimpulan
    Jika ditelaah lebih dalam lagi, kelima prinsip Good Corporate Governance tersebut saling berkesinambungan satu sama lain. Maka tak salah jika prinsip Good Corporate Governance disebut-sebut mampu memperbaiki performa sebuah perusahaan kepada hasil yang positif. Tentu saja mengaplikasikan GCG tidaklah mudah dan sederhana. Selalu ada tanjakan menuju arah yang lebih baik. Namun dengan semangat persatuan dan niat yang kuat, sesulit apapun harapan, pasti bisa terwujud, dan itulah yang menjadi inti harapan saya, agar PLN mampu menjadi sebuah wujud nyata dari Good Corporate Governance di Indonesia sehingga mampu memberikan kontribusi baik secara ekonomi, pembangunan, maupun sosial kepada seluruh rakyat Indonesia.

Monday, November 16, 2015

Pengertian Budaya Organisasi dan Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis

1. Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
a. Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
b. Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
c. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
d. Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
e. Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
f. Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
g. Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar:
a. Control culture yaitu udaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
b. Collaborative culture yaitu berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.
c. Competence culture yaitu budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
d. Cultivation culture yaitu budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi.

2. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.

Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :

a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

3. Pedoman Tingkah Laku

Dari sudut biologis tingkah laku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. tingkah laku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. Secara operasional tingkah laku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut.
Ensklopedi Amerika tingkah laku adalah sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungan. Tingkah laku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tersebut akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
Menurut Ribert Kwick (1974) tingkah laku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Secara umum perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungan sebagai monivestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup.
Menurut Drs. Sunaryo, M.Kes tingkah laku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Tingkah laku dapat dijelaskan melalui pendekatan, salah satunya adalah pendekatan psikologi dimana tingkah laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Neurobiologis
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental.
b. Pendekatan Perilaku
Menurut pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.
c. Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.
d. Pendekatan Psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
e. Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.

4. Apresiasi Budaya

Istilah  apresiasi  berasal  dari bahasa inggris  "apresiation" yang berarti penghargaan,penilaian,pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja " ti appreciate" yang berarti menghargai, menilai,mengerti dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Melalui apresiasi, seorang pencipta dapat memperoleh masukan, ide, saran, kritik, dan pujian untuk karyanya. Melalui ide, saran, masukan, dan kritik tersebut jugalah para pencipta diharapkan dapan membuat karya yang lebih baik lagi.

Ada beberapa metode dalam mengapresiasi budaya, antara lain :
a. Metode Induktif
Apresiasi dilakukan dengan cara menarik konsep / kebenaran / keindahan dari pranata yang sifatnya khusus sampai yang bersifat umum.
b. Metode Deduktif
Apresiasi dilakukan dengan cara menarik konsep / kebenaran / keindahan dari pranata yang sifatnya umum sampai yang bersifat khusus
c. Metode Empati
Apresiator mengamati seolah-olah larut pada peraasan, terbawa oleh obyek, sehingga dalam komentar-komentarnya terdapat ibarat, metafora yang melebih-lebihkan.
d. Metode Interaktif
Metode ini dilakukan untuk mencari kesepakatan dengan melalui sarasehan budaya.

5. Hubungan Etika dan Budaya

Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.

Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani. 

Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.

Suatu premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.

6. Pengaruh Etika Terhadap Budaya

Budaya organisasi banyak digunakan pada organisasi perusahaan, bahkan ada juga perusahaan membuat papan nama dengan tulisan yang menunjukkan budaya organisasi mereka di tempat-tempat yang menarik perhatian. Misalnya di depan pintu masuk kantor, atau di dekat tempat para karyawan melayani pelanggan. Konsep budaya organisasi mulai berkembang  sejak awal tahun 1980-an. Konsep budaya organisasi diadopsi dari konsep budaya yang lebih dahulu berkembang pada disiplin ilmu antropologi, Sobirin (2007:128-129).
Budaya organisasi menurut Schein dalam Sobirin (2007:132) adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi.
Budaya organisasi sangatlah  penting untuk dipahami karena “budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berprilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi,” Muhammad Baitul Alim.
Budaya perusahaan pada dasarnya mewakili norma – norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hierarki organisasi. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budayanya akan menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan - harapan pendiri kepada para pekerja lainnya. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan top down. Disini budaya juga akanberperan untuk mengkomunikasikan harapan – harapan manajer senior itu.
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain itu juga hasil.
Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis, yaitu:
a. Model peran yang visibel 
Karyawan akan melihat sikap dan perilaku manajemen puncak (Top Manajemen) sebagai acuan / landasan standar untuk menentukan perilaku dan tidakan - tindakan yang semestinya diambil. 
b. Komunikasi harapan etis 
Ambiguitas etika dapat diminimalisir dengan menciptakan dan mengkomunikasikan kode etik organisasi. 
c. Pelatihan Etis 
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.

7. Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis

Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:

a. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.

b. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.

c. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.

d. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.

e. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

Perspektif Etika Bisnis dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi

1. Beberapa Aspek Etika Bisnis Islami

a. Kesatuan (Tauhid/Unity)

Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

b. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.

c. Kehendak Bebas (Free Will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

d. Tanggung Jawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

e. Kebenaran, Kebajikan dan Kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.

2. Teori Ethical Egoism


Ethical Egoism menegaskan bahawa kita tidak harus mengabaikan secara mutlak kepentingan orang lain tetapi kita patut mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara langsung akan membawa kebaikan kepada diri sendiri. Ethical Egoism adalah berbeda dengan prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap jujur, amanah dan berkata benar karena tindakan tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur yang sudah ada dalam diri dimana dalam konteks ethical egoism pula sesuatu tindakan adalah didorong oleh kepentingan pribadi.





3. Teori Relativisme


Secara etimologis, relativisme yang dalam bahasa Inggrisnya relativism, relative berasal dari bahasa latin relativus (berhubungan dengan). Dalam penerapan epistemologisnya, ajaran ini menyatakan bahwa semua kebenaran adalah relatif. Penggagas utama paham ini adalah Protagoras, Pyrrho.
Sedangkan secara terminologis, makna relativisme seperti yang tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih lanjut ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah, baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.

4. Konsep Deontology

Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.

5. Pengertian Profesi

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik.
Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
6. Kode Etik

Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik serta apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.

Tujuan kode etik yaitu supaya profesional memberikan jasa yang sebaik-baiknya kepada para pemakai atau para nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan dari yang tidak profesional. Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan yang naluriah, yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa serta perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan tersebut terbentuk dari masing-masing orang bukan karena suatu paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa jika dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak & yang rugi dia sendiri.

7. Prinsip Etika Profesi

a. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain. Ia sendiri dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam-macam. Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.


b. Keadilan

Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya .prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama” merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya. Jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana rumah sakit tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada orang yang dianggap mampu untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan hal sebaliknya kepada orang miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi, profesional dan profesionalisme, karena keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan orang banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan orang tersebut.

c. Otonomi

Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas. Namun begitu tetap saja seorang profesional harus diberikan rambu-rambu / peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi / meminimalisir adanya pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu saja peraturan tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung terhadap profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

d. Integritas Moral

Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu. Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang dianut profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter tersebut dalam melayani masyarakat.

Jenis Pasar, Latar Belakang Monopoli, Etika dalam Pasar Kompetitif

1. Pengertian Persaingan Sempurna, Monopoli dan Oligopoli
a. Pengertian Persaingan Sempurna

Pasar persaingan sempurna adalah suatu pasar dimana terdapat kekuatan dari permintaan dapat penawaran yang dapat secara bebas bergerak. Pasar persaingan sempurna merupakan pasar di mana penjual dan pembeli tidak dapat mempengaruhi harga, sehingga harga di pasar benar-benar merupakan hasil kesepakatan dan interaksi antara penawaran dan permintaan.

b. Pengertian Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu bentuk atau jenis pasar yang hanya terdapat satu kekuatan atau satu penjual atau satu perusahaan yang menguasai seluruh penawarannya. Pada pasar ini tidak ada pihak lain yang dapat menyainginya, sehingga menjadi pure monopoly atau monopoli murni. Perusahaan yang monopoli menghasilkan produk yang tidak diproduksi oleh perusahaan lain, tidak ada pengganti yang mirip. Contoh pasar monopoli adalah perusahaan negara,  perusahaan minyak bumi serta gas alam dan lainnya.

c. Pengertian Oligopoli

Pasar oligopoli adalah suatu pasar yang dimana terdapat beberapa penjual dalam pasar suatu produk tertentu. Kadang-kadang ada yang membedakan untuk pasar yang dimana hanya terdapat dua penjual saja, pasar seperti itu disebut dengan pasar duopoli. Sementara itu, pasar yang terdiri lebih dari dua penjual disebut dengan sebutan pasar Oligopoli. Atau definisi pasar oligopoli yaitu suatu pasar yang dimana penawaran satu jenis produk dikuasai oleh beberapa perusahaan. Biasanya jumlah perusahaan lebih dari dua, akan tetapi kurang dari sepuluh.
Pasar oligopoli ini dasarnya dibagi menjadi dua bentuk, diantaranya pasar oligopoli dengan diferensiasi produk yaitu produk suatu perusahaan dibedakan dari perusahaan lainnya. Dan bentuk yang lainnya yaitu pasar oligopoli tanpa ada diferensiasi produk. Produk yang dihasilkan oleh produsen bersifat homogen, serta tidak dibedakan dengan perusahaan yang lain. Di pasar ini perusahaan atau produsen dapat bersaing secara langsung, tapi dapat pula melakukan merger (penggabungan).



2. Monopoli dan dimensi etika bisnis

Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Jadi monopoli adalah kondisi pasar dimana hanya ada satu pelaku bisnis atau perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu dan ada hambatan  bagi perusahaan atau pelaku bisnis untuk masuk ke dalam bisnis tersebut. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tertentu. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Perlu kita bedakan anatara 2 macam monopoli, antara lain :

a. Monopoli Alamiah

Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiahkarena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain.

b. Monopoli Artifisial

Monopoli ini lahir karena persengkongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional.

Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan ketimpangan ekonomi yang ditimbulkan oleh praktek monopoli:
- Perusahaan Monopolistis diberi wewenang secara tidak fair untuk menguras kekayaan bersama demi kepentingannya sendiri dalam selubung kepentingan bersama.
- Rakyat atau konsumen yang sudah miskin dipaksa untuk membayar produk monopolistis yang jauh lebih mahal
- Ketimpangan ekonomi akibat praktek monopoli juga berkaitan dengan tidak samanya peluang yang terbuka bagi semua pelaku ekonomi oleh adanya praktek ekonomi itu. Dari masalah ketiga yang ditimbulkan oleh praktek monopoli artifisial adalah terlarangnya kebebasan kebebasan baik pada konsumen maupun pada pengusaha.

3. Etika di Dalam Pasar Kompetitif

Pasar dikatakan mampu mencapai tiga nilai moral utama:
a. mendorong pembeli dan penjual mempertukarkan barang dalam cara yang adil (dalam artian adil tertentu).
b. memaksimalkan utilitas pembeli dan penjual dengan mendorong mereka mengalokasikan, menggunakan, dan mendistribusikan barang-barang dengan efisiensi sempurna.
c. mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan suatu cara yang menghargai hak pembeli dan penjual untuk melakukan pertukaran secara bebas.

4. Kompetisi pada Pasar Ekonomi Global

Kompetisi global merupakan bertuk persaingan yang mengglobal, yang melibatkan beberapa Negara. Dalam persaingan itu, maka dibutuhkan trik dan strategi serta teknologi untuk bisa bersaing dengan Negara-negara lainnya. Disamping itu kekuatan modal dan stabilitas nasional memberikan pengaruh yang tinggi dalam persaingan itu. Dalam persaingan ini tentunya negara-negara maju sangat berpotensi dalam dan berpeluang sangat besar untuk selalu bisa eksis dalam persaingan itu. Hal ini disebabkan karena :
a. Teknologi yang dimiliki jauh lebih baik dari Negara-negara berkembang.
b. Kemampuan modal yang memadai dalam membiayai persaingan global sebagai wujud investasi mereka.
c. Memiliki masyarakat yang berbudaya ilmiah atau Iptek.

Monday, October 19, 2015

Norma dan Etika dalam Pemasaran, Produksi, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Finansial

1. Pasar dan Perlindungan Konsumen
Di tengah persaingan yang ketat para pelaku bisnis berlomba – lomba untuk menjadi yang terbaik untuk tetap survive di bidangnya masing – masing. Namun terlepas dari persaingan yang kuat, para pebisnis tetap dituntut untuk tetap memberikan yang terbaik bagi konsumen, dan tentunya diiringi dengan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan dari bisnis bagi perusahaan adalah mencari keuntungan. Dalam etika bisnis dimana perusahaan harus menjamin keamanan dan keselamatan konsumen atas produk barang dan jasa yang ditawarkan biasanya disebut dengan perlindungan konsumen dimana bisnis dan perlindungan konsumen sangat berkaitan.
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Dalam hal ini konsumen sering menjadi pihak yang dirugikan, untuk itu pemerintah kita membuat peraturan sebagai berikut :
– UUD Periklanan
– UUD keamanan dan kesehatan produk
– UUD menyangkut mutu pruduk
– Dll.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Salah satu hal positif yang ditempuh di Indonesia adalah yayasan lembaga konsumen indonesia yang melakukan penelitian tentang bebagai produk dan jasa. Dengan hadirnya YLKI ini pengusaha akan berhitung lebih seksama untuk menawarkan barang kepada konsumen.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :
–      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
–      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
–      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
–      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
 –      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha
–      Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen
Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain :
–      Asas Manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan
–      Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil
–      Asas Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual
–      Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
–      Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Masyarakat modern adalah masyarakat bisnis. Pelaku bisnis beranggapan hanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dan bersikap netral. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memiliki peran melindungi konsumen dari tindakan produsen.

2. Etika Iklan
Etika iklan diatur oleh Etika Pariwara Indonesia (EPI). EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan :
a. Tata Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
- Tata krama isi iklan
- Tata krama raga iklan
- Tata krama pemeran iklan
- Tata krama wahana iklan
b. Tata Cara (Code of Practices)
Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan.
Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :
- Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
- Bersaing secara sehat.
- Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

3. Multimedia Etika Bisnis
Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui multimedia. Bisnis multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi, karena multimedia is the using of media variety to fulfill commu¬nications goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and animation. Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV, koran, majalah, buku, radio,internet provider, event organizer, advertising agency,dll. Multimedia memegang peranan penting dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu kebiasaan/produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan populer. Sebagai  saluran komunikasi, media berperan efektif sebagai pembentuk sirat konsumerisme.

Etika berbisnis dalam multimedia didasarkan pada pertimbangan:
a. Akuntabilitas perusahaan, di dalamnya termasukcorporate governance, kebijakan keputusan, manajemen keuangan, produk dan pemasaran serta kode etik.
b. Tanggung jawab sosial, yang merujuk pada peranan bisnis dalam lingkungannya,   pemerintah   lokal  dan   nasional,   dan   kondisi   bagi pekerja.
c. Hak dan kepentingan stakeholder, yang ditujukan pada mereka yang memiliki andil dalam perusahaan, termasuk pemegang saham, owners, para eksekutif, pelanggan, supplier dan pesaing.
d. Etika dalam berbisnis tidak dapat diabaikan, sehingga pelaku bisnis khususnya multimedia, dalam hal ini perlu merumuskan kode etik yang harus disepakati oleh stakeholder,termasuk di dalamnya production house, stasiun TV, radio,penerbit buku, media masa, internet provider, event organizer, advertising agency, dll.

4. Etika Produksi
Dalam proses produksi, sebuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.

5. Etika Kerja
Etika kerja adalah adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan dengan etika kerja yang baik akan memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran, keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.kejujuran, keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.

6. Hak-Hak Pekerja
Adapun hak-hak dari pekerja/buruh adalah sebagai berikut:
a. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (pasal 6).
b. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja (pasal 11).
c. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat 1).
d. Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi (Pasal 23)
e. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri (pasal 31).
f. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat 1).
Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat 2).
g. Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.
h. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
- keselamatan dan kesehatan kerja;
- moral dan kesusilaan; dan
- perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (pasal 86 ayat 1).
i. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yg memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 88 ayat 1).
j. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (pasal 99 ayat 1).
k. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (pasal 104 ayat 1).
l. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137).
m. Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah (Pasal 145).

Sumber :
https://anitapurwati.wordpress.com/2013/11/23/bisnis-dan-perlindungan-konsumen/
http://tugasmarkom.blogspot.co.id/2013/03/etika-periklanan-di-indonesia_6996.html
http://parisswisslondon.blogspot.co.id/2012/10/manfaat-etika-bisnis.html
https://niaariyanierlin.wordpress.com/tag/etika-produksi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_kerja
https://rageofangel.wordpress.com/2013/05/01/hak-pekerjaburuh/

Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial

1. Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.

2. Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.

3. Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.

4. Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai.
Sedangkan filosofi adalah studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem kenyakinan dan kepercayaan. Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi prilaku dan sikap individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar dari hubungan interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan, budaya dan lingkungannya.
Kemudian ada budaya yang berarti suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasidengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Sedangkan hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer.

5. Leadership
Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti dari managemen.
Di dalam kenyataan, tidak semua orang yang menduduki jabatan pemimpin memiliki kemampuan untuk memimpin atau memiliki ‘kepemimpinan’, sebaliknya banyak orang yang memiliki bakat kepemimpinan tetapi tidak pernah mendapat kesempatan untuk menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya. Sedang pengertian ‘kepala’ menunjukan segi formal dari jabatan pemimpin saja, maksudnya secara yuridis-formal setiap orang dapat saja diangkat mengepalai sesuatu usaha atau bagian (berdasarkan surat keputusan atau surat pengangkatan), walaupun belum tentu orang yang bersangkutan mampu menggerakan mempengaruhi dan membimbing bawahannya serta (memimpin) memiliki kemampuan melaksanakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan.

6. Strategi dan Performasi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategi dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut.
Sedangkan Performasi adalah cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. (Bernandin & Russell). Sedangkan yang dimaksud dengan penilaian performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. (Kae E. Chung & Leon C. Megginson).

7. Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif. Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:
Apakah mendorong kerja tim?
Apakah menghargai inovasi?
Apakah menekan inisiatif?
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.



Sumber :
http://referensi-kepemimpinan.blogspot.co.id/2009/03/persyaratan-seorang-pemimpin.html
https://belajarmanagement.wordpress.com/2009/04/24/pengertian-dan-tujuan-performansi-pekerjaan/
http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-filosofi.html
http://oky-d-ace.blogspot.co.id/2013/11/etika-bisnis.html
www.wikipedia.org


Prinsip Etika Dalam Bisnis Serta Etika dan Lingkungan

1. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran , kesejahteraan para pekerjanya ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan etika bisnis.

2. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.

3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.

4. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Segala aspek aktivitas perusahaan yang dilakukan oleh semua armada di dalam perusahaan, senantiasa diorientasikan untuk memberikan respek kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Dengan demikian, pasti para pihak ini akan memberikan respek yang sama terhadap perusahaan. Sebagai contoh prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis : manajemen perusahaan dengan team wornya memiliki falsafah kerja dan berorientasikan para pelanggan akan makin fanatik terhadap perusahaan. Demikian juga, jika para manajemennya berorientasikan pada pemberian kepuasan kepada karyawan yang berprestasi karena sepadan dengan prestasinya maka dapat dipastikan karyawan akan makin loya terhadap perusahaan.

5. Hak dan Kewajiban dalam Etika Bisnis
Dalam menjalankan bisnis, setiap karyawan yang bekerja sesuai dengan keahliannya diwajibkan untuk mengetahui teori-teori yang terkandung dalam etika bisnis. Sebagai contoh, saya akan menggambarkan bisnis yang dijalankan bergerak dalam bidang telekomunikasi. Ada saatnya seseorang/karyawan berperilaku baik, saat karyawan tersebut mendapatkan apa yang sedang dibutuhkan oleh perusahaan dan ada saatnya pula seorang karyawan berperilaku buruk, saat karyawan tersebut merasa tidak nyaman dengan kata lain bisnis yang sedang dijalankannya itu merasa ada satu pihak yang dirugikan.

Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ini memproduksi beberapa produk telekomunikasi berupa layanan penggunaan jasa mobile (HP) baik HP dengan jenis CDMA maupun HP dengan jenis GSM, layanan penggunaan jasa telepon, dan juga layanan penggunaan jasa internet. Dalam memproduksi produknya, perusahaan ini sangat membutuhkan sekali kolega (mitra) bisnis yang dapat bekerjasama dalam meningkatkan produk-produk telekomunikasi. Kerjasama ini dapat terwujud seperti yang kita ketahui, yaitu : mengadakan rapat di dalam lingkungan internal perusahaan, mengadakan pertemuan di luar perusahaan dengan klien-kliennya serta mengadakan pertemuan di suatu tempat untuk membicarakan mengenai rencana/jadwal kegiatan kerja perusahaan. Tentu dengan cara ini bisnis akan mendapatkan manfaat. Manfaat yang terkandung dalam bisnis ialah manfaat aturan dan perbuatan yang meliputi bahwa setiap karyawan dapat mematuhi aturan-aturan yang berlaku dan menerapkan aturan tersebut dengan menyikapi perbuatan yang baik. Selain itu manfaat juga dapat membawa dampak positif yang besar bagi hajat hidup orang banyak.

6. Teori Etika Lingkungan
a. Ekosentrisme
Merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untukmencakup komunitas yang lebih luas.
b. Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
c. Biosentrisme
Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism). Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
d. Zoosentrisme
Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih

e. Neo-Utilitarisme
Lingkungan neo-utilitarisme merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh mahluk. Tokoh yang mempelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.

f. Anti-Spesiesme
Teori ini menuntut perlakuan yang sama bagi semua makhluk hidup, karena alasan semuanya mempunyai kehidupan. Keberlakuan prinsip moral perlakuan yang sama (equal treatment). Anti-spesiesme membela kepentingan dan kelangsungan hidup spesies yang ada di bumi. Dasar pertmbangan teori ini adalah aspek sentience, yaitu kemampuan untuk merasakan sakit, sedih, gembira dan seterusnya.Inti dari teori biosentris adalah dan seluruh kehidupan di dalamnya, diberi bobot dan pertimbangan moral yang sama.

g. Prudential and Instrumental Argument
Prudential Argument menekankan bahwa kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia tergantung dari kualitas dan kelestarian lingkungan. Argumen Instrumental adalah penggunaan nilai tertentu pada alam dan segala isinya, yakni sebatas nilai instrumental. Dengan argumen ini, manusia mengembangkan sikap hormat terhadap alam.



h. Non-antroposentrisme
Teori yang menyatakan manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas atau terpisah dari alam.

i. The Free and Rational Being
Manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingkan dengan mahkluk ciptaan lain karena manusia adalah satu-satunya mahkluk bebas dan rasional, oleh karena itu Tuhan menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di bumi demi kepentingan manusia. Manusia mampu mengkomunikasikan isi pikirannya dengan sesama manusia melalui bahasa. Manusia diperbolehkan menggunakan mahkluk non-rasional lainnya untuk mencapai tujuan hidup manusia, yaitu mencapai suatu tatanan dunia yang rasional.

j. Teori Lingkungan yang Berpusat pada Kehidupan (Life-Centered Theory of Environment)
Intinya adalah manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam yang bersumber dan berdasarkan pada pertimbangan bahwa, kehidupan adalah sesuatu yang bernilai. Etika ini diidasarkan pada hubungan yang khas anatara alam dan manusia, dan nilai yang ada pada alam itu sendiri.

7. Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :
a. Sikap Hormat terhadap Alam
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya
b. Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
c. Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
d. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
e. Prinsip “No Harm”
Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu
f. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.
g. Prinsip Keadilan
Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
h. Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
i. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam.

Sumber :
http://www.pengertianpakar.com/2015/01/pengertian-dan-prinsip-etika-bisnis.html#_
http://nuraini-maryadi.blogspot.co.id/2010/10/kewajiban-dan-hak-dalam-etika-bisnis.html
https://milah1234.wordpress.com/2012/04/17/10-teori-etika-lingkungan/
https://joko1234.wordpress.com/2010/03/15/prinsip-prinsip-etika-lingkungan/